Part 2
Pemaparan selesai dan sesi diskusi
dibuka. Ada banyak pertanyaan bergelayut dikepalaku saat ini, berebut mencari
perhatian untuk diajukan. Beberapa tangan terangkat, moderator memilih tiga
orang pertama.
Kang Zeista yang menjadi pemateri
hari ini mencatat beberapa hal lalu segera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
disodorkan moderator. Sudah sejak lama
ia banyak membaca literatur soal Zionis, Yahudi dan konspirasi-konspirasi
besar. Bagiku bercakap dengannya seperti tengah menggali harta karun yang sudah
terpendam ribuan tahun. Ia bilang mataku lebih berbinar jika membicarakan
hal-hal itu. Kuakui memang benar. Materi ini yang paling menyita pikiranku.
Memikirkannya membuat pikiranku melanglangbuana kesana-kemari. Pertanyaan-pertanyaan
muncul, dugaan-dugaan berkembang. Namun, sulit menarik kesimpulan.
Pengetahuanku belum sebanyak ia. Literatur yang kubaca masih terbatas.
Setelah materi usai aku bercakap
dengan kang Zeista, berharap menggali lebih banyak harta. Namun, waktunya yang
terbatas karena padatnya agenda membuatku urung bercakap lebih. Aku segera
bertukar nomor handphone dengannya. Berharap dapat mengunjunginya atau bertemu
dilain waktu.
Kepadatan aktivitas di kampus acapkali
membuat pikiranku buntu untuk memikirkan hal-hal yang lebih besar diluar sana. Terjebak
rutinitas, itu istilahku. Setiap hari hanya kuliah dan sibuk di beberapa
organisasi. Organisasi yang terlalu banyak berbicara bagaimana caranya
menempati posisi tertentu. Banyak mahasiswa baru yang dicekoki pemahaman
semacam itu. Hingga lahirlah para calon pemimpin tidak ahli yang akan berusaha
menempati posisi dengan cara apapun.
Tak tahan dengan segala rutinitas
itu aku beralih mencari hal lain, yang benar-benar bisa membangkitkan semangat
menuntut ilmuku. Beberapa kali mencari seminar-seminar dan kajian-kajian yang
menarik dan baru untukku. Sampai pada hari dimana aku mengikuti kajian di sebuah
mesjid sederhana di daerah jalan tikus menuju kampus.
Awalnya tidak ada niat untuk ikut kajian itu.
Karena yang tercantum di leaflet hanya ajakan ikut kajian berikut tempat
dan waktu. Ketika adzan ashar berkumandang dan langkahku berada di sekitar
mesjid itu, akhirnya aku melangkah masuk. Segera setelah shalat pemateri
langsung menyampaikan makalahnya. Yang ada dipikiranku saat menyimak materi
adalah darimana pemateri mendapat pengetahuan itu. Untukku pengetahuan itu
begitu berharga. Buku-buku terbitan aslinya sulit didapatkan. Tentu saja karena
kebanyakan dari ‘mereka’ tidak ingin aktivitasnya diketahui publik. Siapapun yang
bisa membahayakan aktivitas mereka pasti dihapuskan
Ayahku
meninggal sekitar lima bulan yang lalu, kematian yang tidak wajar untukku. Baru
dua bulan pensiun dari perusahaan jasa paket kilat untuk menikmati masa tuanya
yang tenang, hingga tiba-tiba maut menjemputnya. Ayah di usia tuanya masih
sehat bugar, tidak ada penyakit apapun yang terdeteksi. Ia rajin olahraga dan
mengkonsumsi makanan sehat sepanjang waktu. Ketika mendengar ayah terserang
penyakit jantung aku hanya menggelengkan kepala. Aku menghubungi beberapa dokter
yang pernah memeriksanya, namun tidak ada tanda-tanda ayah menderita penyakit
jantung.
Tepat
seminggu sebelum ajalnya tiba ayah mengajakku berkunjung ke rumah salah satu
rekannya di Jakarta. Mereka sudah berkawan sejak sekolah menengah pertama tapi
sudah lama tidak berjumpa karena kesibukan pekerjaan. Begitu datang kami
langsung dipisahkan, ayah bersama rekannya dan aku menunggu di halaman belakang
rumahnya sambil membaca buku. Rekan ayahku menyodorkan beberapa buku untuk
membunuh rasa bosanku, aku memilih buku karya Syeikh Syakib Arslan soal beberapa
kemunduran umat islam.
Kalau
tidak salah mereka menghabiskan waktu 4 jam untuk berbincang, cukup untuk
melahap habis dua buku yang disodorkan. Segera setelah itu kami dijamu dan
bergegas pulang. Ayah cukup berbeda setelah kunjungan itu. Beberapa kali aku
menyadari tatapannya kosong saat menonton berita. Tiga hari setelah kunjungan
itu ayah sempat menghilang seharian tanpa kabar. Saat malam tiba-tiba ayah meracau.
Kata-katanya kurang jelas di telingaku atau kalau tidak salah duga itu bukan
bahasa Indonesia.
Part 3 coming soon, as soon as possible
https://www.facebook.com/notes/tajdidah-fikry/pilar-part-1-cerbung-fiksi/10151813262516006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar