Kamis, 15 Januari 2015

Pilar Part 2 (Cerbung Fiksi)

Part 2
Pemaparan selesai dan sesi diskusi dibuka. Ada banyak pertanyaan bergelayut dikepalaku saat ini, berebut mencari perhatian untuk diajukan. Beberapa tangan terangkat, moderator memilih tiga orang pertama.
Kang Zeista yang menjadi pemateri hari ini mencatat beberapa hal lalu segera menjawab pertanyaan-pertanyaan yang disodorkan moderator.  Sudah sejak lama ia banyak membaca literatur soal Zionis, Yahudi dan konspirasi-konspirasi besar. Bagiku bercakap dengannya seperti tengah menggali harta karun yang sudah terpendam ribuan tahun. Ia bilang mataku lebih berbinar jika membicarakan hal-hal itu. Kuakui memang benar. Materi ini yang paling menyita pikiranku. Memikirkannya membuat pikiranku melanglangbuana kesana-kemari. Pertanyaan-pertanyaan muncul, dugaan-dugaan berkembang. Namun, sulit menarik kesimpulan. Pengetahuanku belum sebanyak ia. Literatur yang kubaca masih terbatas.
Setelah materi usai aku bercakap dengan kang Zeista, berharap menggali lebih banyak harta. Namun, waktunya yang terbatas karena padatnya agenda membuatku urung bercakap lebih. Aku segera bertukar nomor handphone dengannya. Berharap dapat mengunjunginya atau bertemu dilain waktu.
Kepadatan aktivitas di kampus acapkali membuat pikiranku buntu untuk memikirkan hal-hal yang lebih besar diluar sana. Terjebak rutinitas, itu istilahku. Setiap hari hanya kuliah dan sibuk di beberapa organisasi. Organisasi yang terlalu banyak berbicara bagaimana caranya menempati posisi tertentu. Banyak mahasiswa baru yang dicekoki pemahaman semacam itu. Hingga lahirlah para calon pemimpin tidak ahli yang akan berusaha menempati posisi dengan cara apapun.
Tak tahan dengan segala rutinitas itu aku beralih mencari hal lain, yang benar-benar bisa membangkitkan semangat menuntut ilmuku. Beberapa kali mencari seminar-seminar dan kajian-kajian yang menarik dan baru untukku. Sampai pada hari dimana aku mengikuti kajian di sebuah mesjid sederhana di daerah jalan tikus menuju kampus.
 Awalnya tidak ada niat untuk ikut kajian itu. Karena yang tercantum di leaflet hanya ajakan ikut kajian berikut tempat dan waktu. Ketika adzan ashar berkumandang dan langkahku berada di sekitar mesjid itu, akhirnya aku melangkah masuk. Segera setelah shalat pemateri langsung menyampaikan makalahnya. Yang ada dipikiranku saat menyimak materi adalah darimana pemateri mendapat pengetahuan itu. Untukku pengetahuan itu begitu berharga. Buku-buku terbitan aslinya sulit didapatkan. Tentu saja karena kebanyakan dari ‘mereka’ tidak ingin aktivitasnya diketahui publik. Siapapun yang bisa membahayakan aktivitas mereka pasti dihapuskan
Ayahku meninggal sekitar lima bulan yang lalu, kematian yang tidak wajar untukku. Baru dua bulan pensiun dari perusahaan jasa paket kilat untuk menikmati masa tuanya yang tenang, hingga tiba-tiba maut menjemputnya. Ayah di usia tuanya masih sehat bugar, tidak ada penyakit apapun yang terdeteksi. Ia rajin olahraga dan mengkonsumsi makanan sehat sepanjang waktu. Ketika mendengar ayah terserang penyakit jantung aku hanya menggelengkan kepala. Aku menghubungi beberapa dokter yang pernah memeriksanya, namun tidak ada tanda-tanda ayah menderita penyakit jantung.
Tepat seminggu sebelum ajalnya tiba ayah mengajakku berkunjung ke rumah salah satu rekannya di Jakarta. Mereka sudah berkawan sejak sekolah menengah pertama tapi sudah lama tidak berjumpa karena kesibukan pekerjaan. Begitu datang kami langsung dipisahkan, ayah bersama rekannya dan aku menunggu di halaman belakang rumahnya sambil membaca buku. Rekan ayahku menyodorkan beberapa buku untuk membunuh rasa bosanku, aku memilih buku karya Syeikh Syakib Arslan soal beberapa kemunduran umat islam.

Kalau tidak salah mereka menghabiskan waktu 4 jam untuk berbincang, cukup untuk melahap habis dua buku yang disodorkan. Segera setelah itu kami dijamu dan bergegas pulang. Ayah cukup berbeda setelah kunjungan itu. Beberapa kali aku menyadari tatapannya kosong saat menonton berita. Tiga hari setelah kunjungan itu ayah sempat menghilang seharian tanpa kabar. Saat malam tiba-tiba ayah meracau. Kata-katanya kurang jelas di telingaku atau kalau tidak salah duga itu bukan bahasa Indonesia.

Part 3 coming soon, as soon as possible
https://www.facebook.com/notes/tajdidah-fikry/pilar-part-1-cerbung-fiksi/10151813262516006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar