Senin, 05 Mei 2014

Unnamed Letter

Selamat menyelam.

Kembali termenung. Menatap guratan pada langit kamar, meresapi bintangnya yang terang dalam gulita. Walau hanya tempelan, ia tetap dapat bersinar meski sesaat. Ragu, rasanya tak pernah menerangi kamar yang lain walau sesaat. Terlalu sibuk membenahi sesuatu yang tak pernah rapih. Apa benar kamar ini akan selamanya gelap? Tak pernah ada lentera bahkan tak pernah ada lilin. Terlalu suram dan menyedihkan. Selalu gagal setiap kali hendak menyalakan lentera. Bahkan menolak penguhuni kamar sebelah untuk menyalakannya. Apa memang sudah saatnya mengibarkan bendera putih? atau mulai memasang mata dan telinga agar mendapat sesuatu yang lebih. Hopefully someone can come. Menolong kamar ini agar dapat bercahaya. Memubuat hidup kamar ini. Tak lagi suram dan menyedihkan.

"Aku hanya bisa mengeja kerinduan dengan barisan aksara yang kuantar padamu. Dalam sewujud surat tanpa nama yang tak pernah jemu aku rangkai. Meski aku tak pernah tahu siapa dirimu, dimana keberadaanmu, dan kapan kehadiranmu. Meski aku hanya bisa mengulum senyum akan keteduhan pandanganmu, pendaran air mukamu, hingga lekuk garis wajahmu. Meski akhirnya aku merabamu dalam puisi, kembali"
-Fu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar