Minggu, 09 Desember 2012

HAKI dan Penerbitan Buku Bajakan

Bismillahirrahmanirrahim

Teringat perkataan seorang dosen tentang HAKI (Hak Atas Kepemilikan Intelektual). Beliau berpesan agar semua mahasiswanya tidak lupa mencantumkan sumber tulisan-tulisan ilmiahnya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang tentu bukan hasil yang bisa diperoleh tanpa proses, tentu perlu jerih payah untuk mendapatkannya.      Oleh karena itu, sudah selayaknya kita menghargai jerih payah mereka. Tidak sulit bukan jika kita menuliskan sumber karya kita di daftar pustaka?. Sangat mudah dibanding bagaimana cara memperolehnya.

Ada satu lagi nasehat dari dosen yang tidak bisa dilupakan. Masih mengenai penghargaan terhadap intelektual seseorang. Jangan sampai membeli buku palsu alias buku bajakan. Menulis buku itu sulit, butuh modal banyak. Sang penulis tentu butuh referensi buku, dia butuh modal untuk itu. Penulis juga harus melakukan proses panjang dalam menulis buku. Tidak sama dengan cerita pendek yang bisa dikerjakan dalam beberapa hari. Menulis buku bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan. Setelah bersusah payah dalam menulis buku, buku yang mereka tulis malah dibajak. Padahal, menurut seorang dosen loyalti untuk penulis dari sebuah buku berkisar 5-15 % saja. Bayangkan jika banyak orang yang membajak bukunya. Bukunya memang menjadi terkenal, namun pemasukan mereka minim.
Kebiasaan tersebut jika terus dibiarkan bisa membuat para penulis enggan menulis buku lagi, kecuali mereka yang ikhlas dan tidak mengharapkan royalty. Yang menyeramkan bila tidak ada lagi penulis yang hendak menulis buku. Tingkat membaca bangsa Indonesia pada saat ini saja sudah rendah, apalagi jika minim penulis yang menerbitkan buku.

Jadi, mulailah untuk menghargai karya orang lain, bisa saja menurut kita karya itu mudah dibuat. Namun, saya rasa setiap orang pasti mengalami kendala sekecil apapun dalam pembuatan karya tulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar