Rabu, 15 Februari 2012

Bidadari Itu Dibawa Jibril Part 1

Ini adalah cerita pendek karangan A. Mustofa Bisri. Silahkan dibaca ^_^

Sebelum jilbab populer seperti sekarang ini, Hindun sudah selalu memakai busana muslimah itu. Dia memang seorang muslimah taat dari keluarga taat. Meski mulai SD tidak belajar agama di madrasah, ketaatannya terhadap agama, seperti salat pada waktunya, puasa senin-kamis, salat Dhuha, dan sebagainya, tidak kalah dengan mereka yang dari kecil belajar agama. Apalagi setelah di perguruan tinggi: dia justru mendapat kesempatan untuk lebih aktif lagi dalam kegiatan-kegiatan keagamaan.
Dalam soal syariat agama, seperti banyak kaum muslimin kota yang sedang semangat-semangatnya berislam-ria, sikapnya tegas. Misalnya, bila dia melihat sesuatu yang menurut pemahamannya mungkar, dia tidak segan-segan menegur terang-terangan. Bila dia melihat kawan perempuannya yang muslimah-dia biasa memanggilnya ukhti-jilbabnya kurang rapat, misalnya, langsung dia akan menyemprotnya dengan lugas. Dia pernah menegur dosennya yang dilihatnya sedang minum dengan memegang gelas tangan kiri. "Bapak kan muslim, mestinya Bapak tahu soal tayammun," katanya. "Nabi kita menganjurkan untuk melakukan sesuatu  yang baik kita menggunakan tangan kanan". Dosen yang lain di tegur terang-terangan karena merokok. "merokok itu salah satu senjata setan untuk menyengsarakan anak Adam di dunia dan akhirat. Sebagai dosen, Bapak tidak pantas mencontohkan hal buruk seperti itu". Dia juga pernah menegur terang-terangan dosennya yang memelihara anjing. "Bapak tahu nggak? Bapak kan muslim?! Anjing itu najis dan malaikat tidak mau datang ke rumah orang yang ada anjingnya!"
Di samping ketaatan dan kelugasannya, apabila bicara tentang Islam, Hindun selalu bersemangat. Apalagi bila sudah berbicara soal kemungkaran dan kemaksiatan yang merajalela di tanah air atau soal bid'ah yang menurutnya banyak dilakukan oleh orang-orang Islam, wah, dia akan berkobar-kobar bagaikan banteng luka. Apalagi bila melihat atau mendengar ada orang Islam melakukan perbuatan yang menurutnya tidak rasional, langsung dia mencapnya sebagai klenik atau bahkan syirik yang harus diberantas. Dia pernah ikut mengkoordinir berbagai demonstrasi, seperti menuntut ditutupnya tempat-tempat maksiat; demonstrasi menentang sekolah yang melarang muridnya berjilbab; hingga demonstrasi menuntut diberlakukannya syariat Islam secara murni. Mungkin karena itulah, dia dijuluki kawan-kawannya si bidadari tangan besi. Dia tidak marah, tapi juga tidak kelihatan senang dijuluki begitu. Yang penting, menurutnya, orang Islam yang baik harus selalu menegakkan amar makruf nahi mungkar di mana pun berada. Harus membenci kaum yang ingkar dan nyeleweng dari relagama. Bagi Hindun, amar makruf nahi mungkar bukan saja merupakan bagian dari keimanan dan ketakwaan, tapi juga bagian dari juhad fi sabilillah. Karena itu dia biarkan saja kawan-kawannya menjulukinya bidadari bertangan besi.
Ketika beberapa lama kemudian dia menjadi istri kawanku, Mas Danu, ketaatannya kian bertambah, tapi kelugasan dan kebiasannya menegur terang-terangan agak berkurang. Mungkin ini disebabkan karena Mas Danu orangnya juga taat namun sabar dan lemah lembut. Mungkin dia sering melihat bagaimana Mas Danu, dengan kesabaran dan kelembutannya, justru lebih sering berhasil dalam melakukan amar makruf nahi mungkar. Banyak kawan mereka yang tadinya mursal, justru menjadi insaf dan baik oleh suaminya yang lembut itu. Bukan oleh dia.
bersambung......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar