Selasa, 14 Februari 2012

Resensi Buku Hafalan Shalat Delisa


BAGIAN I
IDENTITAS BUKU

1.      Judul buku                  : Hafalan Shalat Delisa
2.      Pengarang                   : Tere-Liye
3.      Penerbit                       : Republika
4.      Kota terbit                   : Jakarta
5.      Tahun terbit                 : 2010
6.      Cetakan                       : XII
7.      Jumlah halaman           : 270 Halaman
8.      Ilustrasi sampul


Cover depan novel ini menggambarkan ratusan kupu-kupu yang berwarna-warni terbang di atas padang rumput dengan beberapa tangkai bunga berwarna biru. Kupu-kupu yang terbang itu beterbangan menjauhi bunga-bunga di bawahnya, membentuk formasi yang begitu rapi. Latar cover berwarna putih polos dan di tengah halaman tertulis judul buku “HAFALAN SHALAT DELISA” dengan kupu-kupu sebagai titik di huruf I pada kata “DELISA”.
Latar cover belakang berbeda dengan cover depan, latar cover belakang terdapat pelangi yang terdapat di atas hamparan padangan rumput pun dengan beberapa tangakai bunga berwarna biru. Rasanya kupu-kupu yang terbang menjauh di cover depan mengarah ke cover belakang, hendak mendekati pelangi yang indah.

BAGIAN II
IDENTITAS PEMBACA

1.      Nama
Tajdidah Fikry
2.      Latar Keluarga
Alhamdulillah keluarga cukup mendukung hobi membaca saya. Namun kedua orang tua memang tidak pernah membelikan saya buku bacaan, hanya membelikan buku-buku pelajaran saja. Artinya saya sendirilah yang harus menyisihkan uang untuk membeli novel. Setiap bulan biasanya ada satu atau dua novel yang saya beli. Jika pengeluaran sedang membengkak terpaksa bulan itu saya sama sekali tidak membeli novel, cara lainnya adalah meminjam buku ke perpustakaan sekolah. Tapi karena jumlah novel di perpustakaan sekolah hanya sedikit, usaha lain saya lakukan. Meminjam buku dari teman yang hobinya membaca juga. Setelah masuk kuliah saya sering meminjam buku-buku bacaan ke perpustakaan UPI, dari novel sampai buku-buku mengenai mata kuliah sebagai bahan referensi. Namun, saya masih tetap berlangganan membeli buku, bahkan lebih intens lagi. Dalam waktu empat bulan sudah banyak buku yang saya beli dan itu menambah koleksi buku saya di rumah. Alhamdulillah.
3.      Latar Baca
a.       Lingkungan
Alhamdulillah lingkungan saat saya membaca sangat mendukung. Mesjid Al-Furqan yang megah nan sejuk itu mampu membuat saya nyaman membaca buku ini berjam-jam lamanya tanpa bosan. Mesjid Al-Furqan juga menjadi saksi keharuan saya membaca novel ini, entah berapa lembar tisu yang saya habiskan untuk melap air mata yang meleleh karena alur ceritanya. Kegiatan membaca saya rampungkan di kamar rumah saya selepas maghrib dan selesai sekitar pukul Sembilan malam. Mengasyikan sekali pastinya.
b.      Pengalaman Baca
Hari itu setelah mengembalikan buku ke perpustakaan UPI saya berniat meminjam buku yang lain, karena sudah kebiasaan saya seperti itu. Betapa bahagianya ketika saya temukan novel Hapalan shalat Delisa di rak buku, sudah lama saya mengincarnya namun baru kali itu saya menemukannya. Tanpa pikir panjang saya langsung meminjamnya ke rumah. Kebetulan hari itu ada kegiatan di Mesjid Al-Furqan dan waktunya masih cukup lama. Maka saya menyempatkan waktu membaca novel  di Mesjid Al-Furqan. Beratus-ratus halaman berhasil saya rampungkan dalam waktu dua jam setengah dan sisanya say abaca di kamar rumah saya. Lantai dua Mesjid Al-Furqan dan kamar rumah saya menjadi saksi bisu lelehan air mata saya karena membaca novel ini. Kisah yang mengharu biru namun sederhana, tidak dibuat-buat dan tidak hiperbolis. Novel karangan tere-liye ini terasa begitu nyata dan seakan-akan menyihir saya, hingga rasanya saya sendiri yang melihat Delisa dan berbagai kejadian dalam novel ini, sungguh novel yang hidup.
c.       Buku yang Disukai
1)      Bumi Cinta oleh Habiburrahman El-Shirazi.
2)      Ketika Cinta Bertasbih oleh Habiburrahman El-Shirazi
3)      Bidadari-bidadari Surga oleh Tere Liye.
4)      Eliana oleh Tere Liye.
5)      Laskar Pelangi oleh Andrea Hirata.
6)      Ketika Mas Gagah Pergi dan kembali oleh Helvy Tiana Rosa.
7)      Negeri 5 Menara oleh Ahmad Fuadi.
8)      Ranah 3 Warna oleh Ahmad Fuadi.
9)      Surat Kecil Untuk Tuhan oleh Agnes Davonar.
10)  Agar Bidadari Cemburu Padamu oleh Salim A. Fillah.
11)  Nikmatnya Pacaran Setelah Pernikahan oleh Salim A. Fillah.
12)  Ipung oleh Aprie GS.
13)  Tirai Menurun oleh Nh. Dini.


BAGIAN III
AKTIFITAS BACA

1.      Permulaan Baca
Awal mula saya membaca novel ini sekitar pukul setengah dua pada hari kamis tanggal 5 Januari 2012. Sambil menunggu kegiatan di mulai saya menyempatkan membaca novel dan berhasil merampungkan sekitar 150 halaman. Sisa sekitar 120 halaman saya baca di kamar rumah dan berhasil saya rampungkan sekitar pukul sembilan malam.
2.      Cara Baca
Saat-saat membaca di mesjid rasanya tidak ada posisi enak  untuk membaca selain duduk di sudut ruangan, memisahkan diri dari keramaian agar cukup untuk berkonsentrasi pada bacaan. Berbeda halnya dengan di rumah, posisi baca berubah. Lebih nyaman membaca sambil telungkup di kasur.
3.      Intensitas Baca
Novel ini berhasil saya selesaikan dalam satu hari. Sekitar 150 halaman saya baca di mesjid Al-Furqan sambil menunggu kegiatan di mulai dan sisanya saya baca di rumah. Alurnya yang menarik membuat saya selalu penasaran membaca kejadian-kejadian detik demi detik dalam novel ini sehingga sangat cepat saya rampung membacanya.
4.      Cara Memahami Makna
Bahasa dalam novel ini memang puitis, penempatan dan diksi nya pas sekali hingga enak dibaca. Jadi cukup mudah bagi saya memahami jalan cerita dan maksud penulisnya. Namun, awalnya saya cukup bingung dengan akhir ceritanya. Penulis membiarkan imajinasi saya melayang seenaknya, tanpa batas. Penulis dengan sengaja menggantung cerita dan membiarkan pembaca yang memutuskan akhir dari ceritanya, sungguh menarik.


BAGIAN IV
HASIL BACA

Sinopsis
Delisa adalah seorang anak berusia enam tahun yang cerdas. Ia dilahirkan di keluarga yang paham dengan agama Islam, terlebih memang keluarga itu berada di Kota Aceh, meskipun tempatnya cukup terpencil. Ibunya telah mengajarkan banyak hal tentang Islam kepada Delisa dan kakak-kakaknya sedari kecil dan salah satunya adalah pengajaran mengenai bacaan shalat. Hingga tibalah saatnya Delisa yang menghapal bacaan shalat.
Memang sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga Delisa, bila ada yang sudah hapal bacaan shalat maka ia berhak mendapat kalung yang sebelumnya di beli sebagai motivasi untuk menghapal.
“huuuh”, Cut Aisyah yang sering meledeki bacaan shalat Delisa yang tak kunjung hapal dan seringkali hanya ditimpali cengengesan oleh Delisa.
Keduanya, Delisa dan Cut Aisyah kakaknya memang sering rebut. Hampir dalam berbagai kondisi keduanya selalu mampu meramaikan rumah dengan keributannya masing-masing. Agaknya Delisa menikmati pertengkarannya itu, begitupun dengan Cut Aisyah. Namun seringkali hal itu mereka rasakan saat salah satu dari keduanya tidak berada di rumah. Yah memang seperti mungkin, merasa rindu ketika salah satunya tidak ada.
Berbeda dengan Cut Aisyah yang bisa dibilang jahil, Cut Zahra saudara kembarnya sangat pendiam bahkan bisa dibilang cukup pemalu. Mereka berdua sangat berbeda, jauh berbeda. Saat Cut Aisyah sibuk menganggu adiknya, Cut Zahra lebih memilih diam atau melakukan hal lain. Anak sulung dari keluarga itu, Cut Fatimah sangat bisa di andalkan dalam berbagai pekerjaan rumah. Ia pun senang membaca karya sastra, hingga ayahnya sering menyebut Cut Fatimah sebagai calon sastrawan. Sedang ayah Delisa bekerja di kapal, pulang dalam tiga bulan sekali.
Ibu Nur, guru Delisa di sekolahnya menyuruh murid-muridnya menghapal bacaan shalat dan akan mengeceknya dalam waktu yang sudah ditentukan. Motivasi lain untuk Delisa tentunya. Teman Delisa yang intens diceritakan dalam novel ini salah satunya adalah Tara. Teman perempuannya yang setia menemani Delisa menghabiskan hari-harinya, mengajarkan bermain sepeda bahkan sudah di anggap anak oleh ayah Delisa karena Tara anak yatim.
Delisa senang bermain bola meski kawan dan lawannya tak ada yang perempuan seperti dirinya. Awalnya Delisa hanya menjadi kiper tetapi karena bosan seringkali Delisa mengeluh hingga suatu hari protes dan berikukuh ingin menjadi pemain penyerang. Begitu-begitu Delisa cukup lihai memasukkan bola ke gawang lawan.
Kehidupan Delisa sebelum kejadian yang hampir merenggut semua yang ia punya begitu bahagia. Di anugerahi ibu yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang, kakak-kakaknya yang begitu sayang padanya meski terkadang jahil dan para tetangga yang perhatian padanya.
Hingga suatu hari saat Delisa sedang menyetorkan hapalan shalat pada Bu Nur. Maka tiba-tiba saja bumi bergoncang dan gelombang laut meninggi. Tsunami datang menerjang siap menghancurkan apapun di depannya tanpa terkecuali delisa yang sedang menyetorkan hapalannya.
Seluruh keluarganya meninggal, kecuali sang ayah sedang bekerja di luar negeri. Delisa bertahan beberapa hari tanpa makan dan minum yang memadai. Delisa yang begitu kecil untuk memahami arti hidupnya, yang begitu kecil melihat begitu mayat bergelimpangan seenaknya di sekitar tubuhnya, bahkan secara langsung melihat bangkai temannya sendiri; Tara. Ia begitu cepat memahami makna kehilangan yang terkadang orang dewasa pun enggan mengakuinya. Ia mendapat begitu banyak pelajaran dari peristiwa tersebut. Belajar begitu cepat banyak hal yang seharusnya baru ia ketahui ketika beranjak dewasa. Hidup mengajarinya banyak hal.
Sang ayah berusaha mengejar ketertinggalannya. Sekuat tenaga berusaha menjadi seorang ayah yang baik sekaligus menjadi ibu, kakak dan teman bagi Delisa. Mencoba membangun kembali puing-puing hidupnya yang sempat hancur. Membangun Lhok Nga kembali bersama sisa-sisa orang yang masih hidup disana dengan bantuan para relawan.
Delisa yang kehilangan satu kakinya, bahkan tampak lebih sabar dan ikhlas dengan kejadian yang menimpanya. Orang-orang banyak belajar pada Delisa, belajar mengenai keikhlasan hatinya dan sifat polosnya yang mampu membuat orang di sekitar menyukainya.
            Di akhir cerita Delisa sadar bahwa seharusnya ketika ia menghapal bacaan shalat niatnya hanya karena Allah. Ia harus ikhlas menghapalnya, bukan semata karena menginginkan kalung pemberian ibunya saja dan lagi-lagi ia belajar banyak.

TANGGAPAN
1.      Bahasa
Alhamdulillah bahasanya mudah dipahami. Namun kesan dari gaya bahasa yang muncul itu sangat puitis. Penulis novel ini mampu menggambarkan cerita dengan begitu detail dan sangat menyentuh kalbu. Sederhana namun mampu membuat pembaca novel terbawa suasana, hanyut dengan jalan ceritanya.
2.      Sastra
Saya belajar banyak hal dari novel ini. Mengenai kesederhanaan bahasa yang dipakai namun tetap mengandung sastra.
3.      Rekomendasi
Buku ini sangat layak di baca, khususnya untuk orang-orang yang ingin mendalami bagaimana keikhlasan yang sesungguhnya. Memperbaiki niat ketika hendak melakukan berbagai hal. Saya yakin akan banyak orang-orang yang terinspirasi setelah membaca novel ini. Selamat membaca.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar