BAGIAN
I
IDENTITAS
BUKU
1. Judul
buku :
Hafalan Shalat Delisa
2. Pengarang :
Tere-Liye
3. Penerbit :
Republika
4. Kota
terbit : Jakarta
5. Tahun
terbit : 2010
6. Cetakan :
XII
7. Jumlah
halaman : 270 Halaman
8. Ilustrasi
sampul
Cover
depan novel ini menggambarkan ratusan kupu-kupu yang berwarna-warni terbang di
atas padang rumput dengan beberapa tangkai bunga berwarna biru. Kupu-kupu yang
terbang itu beterbangan menjauhi bunga-bunga di bawahnya, membentuk formasi
yang begitu rapi. Latar cover berwarna putih polos dan di tengah halaman
tertulis judul buku “HAFALAN SHALAT DELISA” dengan kupu-kupu sebagai titik di
huruf I pada kata “DELISA”.
Latar
cover belakang berbeda dengan cover depan, latar cover belakang terdapat
pelangi yang terdapat di atas hamparan padangan rumput pun dengan beberapa
tangakai bunga berwarna biru. Rasanya kupu-kupu yang terbang menjauh di cover
depan mengarah ke cover belakang, hendak mendekati pelangi yang indah.
BAGIAN
II
IDENTITAS
PEMBACA
1. Nama
Tajdidah
Fikry
2. Latar
Keluarga
Alhamdulillah
keluarga cukup mendukung hobi membaca saya. Namun kedua orang tua memang tidak
pernah membelikan saya buku bacaan, hanya membelikan buku-buku pelajaran saja.
Artinya saya sendirilah yang harus menyisihkan uang untuk membeli novel. Setiap
bulan biasanya ada satu atau dua novel yang saya beli. Jika pengeluaran sedang
membengkak terpaksa bulan itu saya sama sekali tidak membeli novel, cara
lainnya adalah meminjam buku ke perpustakaan sekolah. Tapi karena jumlah novel
di perpustakaan sekolah hanya sedikit, usaha lain saya lakukan. Meminjam buku
dari teman yang hobinya membaca juga. Setelah masuk kuliah saya sering meminjam
buku-buku bacaan ke perpustakaan UPI, dari novel sampai buku-buku mengenai mata
kuliah sebagai bahan referensi. Namun, saya masih tetap berlangganan membeli
buku, bahkan lebih intens lagi. Dalam waktu empat bulan sudah banyak buku yang
saya beli dan itu menambah koleksi buku saya di rumah. Alhamdulillah.
3. Latar
Baca
a. Lingkungan
Alhamdulillah
lingkungan saat saya membaca sangat mendukung. Mesjid Al-Furqan yang megah nan
sejuk itu mampu membuat saya nyaman membaca buku ini berjam-jam lamanya tanpa
bosan. Mesjid Al-Furqan juga menjadi saksi keharuan saya membaca novel ini,
entah berapa lembar tisu yang saya habiskan untuk melap air mata yang meleleh
karena alur ceritanya. Kegiatan membaca saya rampungkan di kamar rumah saya
selepas maghrib dan selesai sekitar pukul Sembilan malam. Mengasyikan sekali
pastinya.
b. Pengalaman
Baca
Hari
itu setelah mengembalikan buku ke perpustakaan UPI saya berniat meminjam buku
yang lain, karena sudah kebiasaan saya seperti itu. Betapa bahagianya ketika
saya temukan novel Hapalan shalat Delisa di rak buku, sudah lama saya
mengincarnya namun baru kali itu saya menemukannya. Tanpa pikir panjang saya
langsung meminjamnya ke rumah. Kebetulan hari itu ada kegiatan di Mesjid
Al-Furqan dan waktunya masih cukup lama. Maka saya menyempatkan waktu membaca
novel di Mesjid Al-Furqan. Beratus-ratus
halaman berhasil saya rampungkan dalam waktu dua jam setengah dan sisanya say
abaca di kamar rumah saya. Lantai dua Mesjid Al-Furqan dan kamar rumah saya
menjadi saksi bisu lelehan air mata saya karena membaca novel ini. Kisah yang
mengharu biru namun sederhana, tidak dibuat-buat dan tidak hiperbolis. Novel
karangan tere-liye ini terasa begitu nyata dan seakan-akan menyihir saya,
hingga rasanya saya sendiri yang melihat Delisa dan berbagai kejadian dalam
novel ini, sungguh novel yang hidup.
c. Buku
yang Disukai
1) Bumi
Cinta oleh Habiburrahman El-Shirazi.
2) Ketika
Cinta Bertasbih oleh Habiburrahman El-Shirazi
3) Bidadari-bidadari
Surga oleh Tere Liye.
4) Eliana
oleh Tere Liye.
5) Laskar
Pelangi oleh Andrea Hirata.
6) Ketika
Mas Gagah Pergi dan kembali oleh Helvy Tiana Rosa.
7) Negeri
5 Menara oleh Ahmad Fuadi.
8) Ranah
3 Warna oleh Ahmad Fuadi.
9) Surat
Kecil Untuk Tuhan oleh Agnes Davonar.
10) Agar
Bidadari Cemburu Padamu oleh Salim A. Fillah.
11) Nikmatnya
Pacaran Setelah Pernikahan oleh Salim A. Fillah.
12) Ipung
oleh Aprie GS.
13) Tirai
Menurun oleh Nh. Dini.
BAGIAN
III
AKTIFITAS
BACA
1. Permulaan
Baca
Awal
mula saya membaca novel ini sekitar pukul setengah dua pada hari kamis tanggal
5 Januari 2012. Sambil menunggu kegiatan di mulai saya menyempatkan membaca
novel dan berhasil merampungkan sekitar 150 halaman. Sisa sekitar 120 halaman
saya baca di kamar rumah dan berhasil saya rampungkan sekitar pukul sembilan
malam.
2. Cara
Baca
Saat-saat
membaca di mesjid rasanya tidak ada posisi enak
untuk membaca selain duduk di sudut ruangan, memisahkan diri dari
keramaian agar cukup untuk berkonsentrasi pada bacaan. Berbeda halnya dengan di
rumah, posisi baca berubah. Lebih nyaman membaca sambil telungkup di kasur.
3. Intensitas
Baca
Novel
ini berhasil saya selesaikan dalam satu hari. Sekitar 150 halaman saya baca di
mesjid Al-Furqan sambil menunggu kegiatan di mulai dan sisanya saya baca di
rumah. Alurnya yang menarik membuat saya selalu penasaran membaca
kejadian-kejadian detik demi detik dalam novel ini sehingga sangat cepat saya
rampung membacanya.
4. Cara
Memahami Makna
Bahasa
dalam novel ini memang puitis, penempatan dan diksi nya pas sekali hingga enak
dibaca. Jadi cukup mudah bagi saya memahami jalan cerita dan maksud penulisnya.
Namun, awalnya saya cukup bingung dengan akhir ceritanya. Penulis membiarkan
imajinasi saya melayang seenaknya, tanpa batas. Penulis dengan sengaja
menggantung cerita dan membiarkan pembaca yang memutuskan akhir dari ceritanya,
sungguh menarik.
BAGIAN IV
HASIL BACA
Sinopsis
Delisa
adalah seorang anak berusia enam tahun yang cerdas. Ia dilahirkan di keluarga
yang paham dengan agama Islam, terlebih memang keluarga itu berada di Kota
Aceh, meskipun tempatnya cukup terpencil. Ibunya telah mengajarkan banyak hal
tentang Islam kepada Delisa dan kakak-kakaknya sedari kecil dan salah satunya
adalah pengajaran mengenai bacaan shalat. Hingga tibalah saatnya Delisa yang
menghapal bacaan shalat.
Memang
sudah menjadi kebiasaan dalam keluarga Delisa, bila ada yang sudah hapal bacaan
shalat maka ia berhak mendapat kalung yang sebelumnya di beli sebagai motivasi
untuk menghapal.
“huuuh”,
Cut Aisyah yang sering meledeki bacaan shalat Delisa yang tak kunjung hapal dan
seringkali hanya ditimpali cengengesan oleh Delisa.
Keduanya,
Delisa dan Cut Aisyah kakaknya memang sering rebut. Hampir dalam berbagai
kondisi keduanya selalu mampu meramaikan rumah dengan keributannya
masing-masing. Agaknya Delisa menikmati pertengkarannya itu, begitupun dengan
Cut Aisyah. Namun seringkali hal itu mereka rasakan saat salah satu dari
keduanya tidak berada di rumah. Yah memang seperti mungkin, merasa rindu ketika
salah satunya tidak ada.
Berbeda
dengan Cut Aisyah yang bisa dibilang jahil, Cut Zahra saudara kembarnya sangat
pendiam bahkan bisa dibilang cukup pemalu. Mereka berdua sangat berbeda, jauh
berbeda. Saat Cut Aisyah sibuk menganggu adiknya, Cut Zahra lebih memilih diam
atau melakukan hal lain. Anak sulung dari keluarga itu, Cut Fatimah sangat bisa
di andalkan dalam berbagai pekerjaan rumah. Ia pun senang membaca karya sastra,
hingga ayahnya sering menyebut Cut Fatimah sebagai calon sastrawan. Sedang ayah
Delisa bekerja di kapal, pulang dalam tiga bulan sekali.
Ibu
Nur, guru Delisa di sekolahnya menyuruh murid-muridnya menghapal bacaan shalat
dan akan mengeceknya dalam waktu yang sudah ditentukan. Motivasi lain untuk
Delisa tentunya. Teman Delisa yang intens diceritakan dalam novel ini salah
satunya adalah Tara. Teman perempuannya yang setia menemani Delisa menghabiskan
hari-harinya, mengajarkan bermain sepeda bahkan sudah di anggap anak oleh ayah
Delisa karena Tara anak yatim.
Delisa
senang bermain bola meski kawan dan lawannya tak ada yang perempuan seperti
dirinya. Awalnya Delisa hanya menjadi kiper tetapi karena bosan seringkali
Delisa mengeluh hingga suatu hari protes dan berikukuh ingin menjadi pemain
penyerang. Begitu-begitu Delisa cukup lihai memasukkan bola ke gawang lawan.
Kehidupan
Delisa sebelum kejadian yang hampir merenggut semua yang ia punya begitu
bahagia. Di anugerahi ibu yang sangat perhatian dan penuh kasih sayang,
kakak-kakaknya yang begitu sayang padanya meski terkadang jahil dan para
tetangga yang perhatian padanya.
Hingga
suatu hari saat Delisa sedang menyetorkan hapalan shalat pada Bu Nur. Maka
tiba-tiba saja bumi bergoncang dan gelombang laut meninggi. Tsunami datang
menerjang siap menghancurkan apapun di depannya tanpa terkecuali delisa yang
sedang menyetorkan hapalannya.
Seluruh
keluarganya meninggal, kecuali sang ayah sedang bekerja di luar negeri. Delisa
bertahan beberapa hari tanpa makan dan minum yang memadai. Delisa yang begitu
kecil untuk memahami arti hidupnya, yang begitu kecil melihat begitu mayat
bergelimpangan seenaknya di sekitar tubuhnya, bahkan secara langsung melihat
bangkai temannya sendiri; Tara. Ia begitu cepat memahami makna kehilangan yang
terkadang orang dewasa pun enggan mengakuinya. Ia mendapat begitu banyak
pelajaran dari peristiwa tersebut. Belajar begitu cepat banyak hal yang
seharusnya baru ia ketahui ketika beranjak dewasa. Hidup mengajarinya banyak
hal.
Sang
ayah berusaha mengejar ketertinggalannya. Sekuat tenaga berusaha menjadi
seorang ayah yang baik sekaligus menjadi ibu, kakak dan teman bagi Delisa.
Mencoba membangun kembali puing-puing hidupnya yang sempat hancur. Membangun
Lhok Nga kembali bersama sisa-sisa orang yang masih hidup disana dengan bantuan
para relawan.
Delisa
yang kehilangan satu kakinya, bahkan tampak lebih sabar dan ikhlas dengan
kejadian yang menimpanya. Orang-orang banyak belajar pada Delisa, belajar
mengenai keikhlasan hatinya dan sifat polosnya yang mampu membuat orang di
sekitar menyukainya.
Di akhir cerita Delisa sadar bahwa
seharusnya ketika ia menghapal bacaan shalat niatnya hanya karena Allah. Ia
harus ikhlas menghapalnya, bukan semata karena menginginkan kalung pemberian
ibunya saja dan lagi-lagi ia belajar banyak.
TANGGAPAN
1. Bahasa
Alhamdulillah
bahasanya mudah dipahami. Namun kesan dari gaya bahasa yang muncul itu sangat
puitis. Penulis novel ini mampu menggambarkan cerita dengan begitu detail dan
sangat menyentuh kalbu. Sederhana namun mampu membuat pembaca novel terbawa
suasana, hanyut dengan jalan ceritanya.
2. Sastra
Saya
belajar banyak hal dari novel ini. Mengenai kesederhanaan bahasa yang dipakai
namun tetap mengandung sastra.
3. Rekomendasi
Buku
ini sangat layak di baca, khususnya untuk orang-orang yang ingin mendalami
bagaimana keikhlasan yang sesungguhnya. Memperbaiki niat ketika hendak
melakukan berbagai hal. Saya yakin akan banyak orang-orang yang terinspirasi
setelah membaca novel ini. Selamat membaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar